Selasa, 09 November 2010

MAKNA BENING POLITIK
Analisis Refleksitas Fenomina
Oleh: ANDI (B06209127) 3 H2 KOM
Politik penuh intrik (iwan fals)
Politik adalah ilmu yang membahas masalah public good (kebaikan bersama) yakni stuktur ideal serta tentang keadilan (Socrates 469-399 SM). Istilah politik berasal dari kata Polis (bahasa Yunani) yang artinya Negara Kota. Dari kata polis dihasilkan kata-kata, seperti Politeia artinya segala hal ihwal mengenai Negara. Polites artinya warga Negara. Politikus artinya ahli Negara atau orang yang paham tentang Negara atau negarawan. Politicia artinya pemerintahan Negara.
Dari pengertian diatas politik erat kaitannya dengan Negara, sedangkan Negara mempunyai pengertian sebagai suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Kekuasaan yaitu kemampuan sesorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok sesuai dengan keinginan dari pelaku.
Dalam sebuah Negara, agar Negara bisa menjadi makmur dan beradab harus disertai dengan keadilan dan kesejahteraan dari berbagai kalangan didalamnya. Disini politik menjadi penting bagi pemegang kuasa dalam membahas keadilan dan kesejahteraan rakyat. Akan tetapi pada akhir-akhir ini politik mulai kehilangan kendali dalam menangani kasus yang berkaitan dengan kebaikan public. Sering kali para penguasa menyalah gunakan politik sehingga banyak orang yang menganggap bahwa politik itu kotor dan penuh intrik
Pada masa orde baru berkembang pengertian yang bersifat khas tentang politik. Politik pada masa orde baru adalah sebuah kegiatan yang cendrung di tabukan dan disempitkan sedemikian rupa sehingga dicitrakan sebagai sesuatu yang bersifat formal dan terkontrol (Riwanto Tirtosudarmo 2007). Kegiatan politik pada masa orde baru tidak boleh keluar dari jalur atau pakem yang telah digariskan dari atas. Kegiatan politik harus dialurkan melalui partai politik yang jumlahnya sudah ditentukan dan asasnya sudah ditetapkan. Kegiatan politik yang keluar dari hal-hal yang telah digariskan bukan saja merupakan sesuatu yang illegal, tetapi juga dianggap membahayakan Negara dan harus mendapat sangsi yang setimpal. Dalam situasi yang demikian, politik dikonstruksi sebagai suatu yang memiliki aspek-aspek yang sangat terbatas dan terkendali. Selama orde baru, politik menjadi sesuatu yang bersifat sangat formalistik sehingga kehilangan substansinya sebagai pantulan atau cerminan aspirasi dan kepentingan kelompok-kelompok masyarakat.
Sadar akan hal itu pada tahun 1998 kegiatan politik yang bersifat sangat formal harus dihentikan. Tumbangnya orde baru membawa Indonesia pada tatanan politik yang lebih cerah. Sehingga di masa revormasi banyak dari barbagai partai politik yang bermunculan. Ini merupakan nilai plus dari tumbuh berkembangnya perpolitikan di Indonesia. Tapi harus menjadi miris kembali ketika mereka hanya berkutat pada kepentingan partai belaka. Sehingga apa yang menjadi kepentingan rakyat tidak dipedulikan lagi.
Wakil rakyat yang nyatanya harus berada di pihak rakyat dan harus berdiri ditengah kepentingan rakyat akhirnya juga hanyut pada perpolitikan yang hanya berahir pada kompromi antar partai politik. Seharusnya wakil rakyat yang telah diparcaya duduk dikursi harus memikirkan nasib rakyat. Tapi apa yang mereka lakukan, tiap jam kerjanya hanya 5 % yang berbicara mengenai kepentingan rakyat, sedangkan 95 % nya mereka hanya berbicara mengenai kebaikan partai politiknya. Sehingga mereka duduk sebagai wakil rakyat tak ubahnya sebagai perwakilan dari partai politiknya yang berbicara kebaikan dan kebesaran partai poliknya. Ketika ditanya apakah mereka tau apa yang sedang diderita rakyat mereka, mereka pasti tidak tahu. Karena mereka hanya berada di balik meja. Lalu bagaimana cara mereka menyelesaikan segala permasalahan yang harus menjadi tanggungannya.
Saat Negara dilanda bencana merapi meletus dan gempa mentawai para wakil rakyat malah enak-enakan safari keluar negri. Inikah kepedulian dari wakil rakyat kita. Lalu siapa yang siap menyelasaikan permasalahan ini ketika yang bertanggung jawab malah bersifat apatis terhadap penderitaan rakyat. Banyangkan berapa banyak uang rakyat yang mereka gunakan dalam kunjungan keluar negri yang meraka namakan dengan study banding. Berapa persenkah peran konktit dari kunjungan keluar negri tersebut sampai mereka meninggalkan negaranya yang lagi tertimpa musibah. Apakah itu yang dibutuhkan rakyat saat rakyat butuh belas kasih dari para pemerintah dan wakil rakyat pada khususnya.
Sebagian dari mereka bilang kalau kunjungan tersebut sudah ada kontak dengan pihak luar negri sehingga hanya bisa diundur kurang lebih dari sepuluh hari. Apakah alasan ini sangat memuaskan? Kenapa meraka harus tersenyum katika rakyat malah menderita. Tadi malam presiden kita SBY menganguk-nganguk dan tersenyum kecil dasamping obama dalam penyambutan kunjungan presiden di Negara digdanya itu. Ini merupakan sebuah penghormatan tapi bukankah berjuang untuk rakyat juga merupakan sebuah penghormatan. Selama ini kebijakan yang lahir dari pemerintah hanya mengganti sapi ternak dari orang-orang yang terkena aliran wedus gembel dari merapi. Sedang mengenai kesehatan dan keselamatan mereka tidak ada respon sama sekali. Sehingga banyak dari mereka yang meninggal terkena abu vulkanik. Mirisnya mereka yang ada dalam pengungsian malah kekurangan baik dari segi medis maupun perlengkapan yang lainnya seperti sabun pakaian dan lainnya.
Kini saatnya kita berpolitik menggunakan pendekatan social-budaya. Sudah saatnya kita membebaskan belenggu yang melilit pada kata-kata yang selama ini membuatnya memiliki pengertian-pengertian yang terbatas dan keliru, misalnya mengenai social-budaya dan politik. Menurut Clifford geertz, soaial-budaya dan politik adalah ibarat dua sisi dari mata uang yang sama (Riwanto Tirtosudarmo 2007). Untuk mengerti politik maka diharuskan mengerti kebudayaan masyarakat, begitu pula sebaliknya, untuk mengerti kebudayaan sebuah masyarakat kita diharuskan mengerti politik. Geertz berpendapat bahwa aspek social budaya dan politik dari suatu masyarakat merupakan sebuah anyaman social (social fabric) yang saling lilit, yang kadang kala hanya dapat kita mengerti setelah kita cukup lama mengenal masyarakat yang bersangkutan sehingga bisa melakukan interpretasi terhadap makna yang berada dibalik tingkah laku dan penderitaan rakyat.